Menggapai Lazuardi







Aku tersentak. Sekujur tubuhku terasa sakit tak terperi.
Sayup-sayup terdengar suara isak tangis. Kulihat ibu duduk di sofa yang berada di ruang tamu. Ternyata suara tangis yang menyayat hati itu berasal dari mulut ibu. Kudekati beliau. Kurengkuh bahunya, mengelusnya dengan hangat. Ibu bergeming. Kubisikkan dengan lembut,

“Ibu kenapa menangis ?”

Beliau masih tak menghiraukanku. Ayah ada di sampingnya. Walau samar, namun bisa kurasakan kalau ayah sedang terisak. Aku berpindah, memposisikan diri di sebelah ayah. Kubisikkan seuntai kalimat ke telinga ayah,

“Ayah, kenapa ibu menangis ?”

Seperti ibu, ayahpun tak memperdulikan keberadaanku. Aku bingung, kesedihan apa yang melanda mereka, ayah dan ibu. 

Sekilas terlihat adikku sedang duduk tepekur di atas lantai. Kusambangi dirinya. Mungkin ia bisa menjawab tanyaku.

“Dek, kenapa ayah dan ibu menangis ?”

Seolah tak mendengar ucapanku, adikku tetap dengan ketermanguannya menekuri ubin.

“Dek, kenapa ayah dan ibu menangis ?”

Sambil menggoncang tubuhnya kuulangi lagi pertanyaan serupa. Dan sama dengan ayah dan ibu, adikku mengabaikanku.

Oo....ternyata ada Pak RT dan beberapa tetangga. Mereka semua berada di rumahku, ramai dan sibuk. Tetapi wajah mereka menggambarkan kesenduan nan kelabu. Ketika aku ingin menghampiri Pak RT, beliau telah lebih dahulu menyambangi ayahku. Mereka berbincang serius. Kemudian beberapa tetangga ikut dalam perbincangan tersebut.

Setelahnya, ayah, Pak RT, dan seorang tetangga lain menuju ke kamarku. Perlahan aku mengikuti mereka. Ketika ayah membuka pintu kamar, terlihat sesosok tubuh jangkung tertidur lelap di atas peraduan. Aku menyelinap di antara ayah dan Pak RT untuk lebih dulu tiba di sisi tempat tidur dan mereka tak menghiraukan perbuatanku tersebut.

Oo....sosok jangkung yang tertidur lelap itu ternyata aku. 
Wajahku memucat, tubuhku terbujur kaku. Kupandangi diriku sendiri. Rasa sakit tak terperi kembali menjalari sekujur hayat. Dan tanpa kusadari, jiwaku semakin menjauhi ragaku. Semakin jauh....semakin jauh...menggapai lazuardi.

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Uhhh... sampe merinding rinding saya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebagai pengingat untuk diri kita sendiri. Makasih dah mampir mas Nuhan Nahidi.

      Hapus