Menjawab Opini Jual Beli Darah


Kemarin coba share tulisan seoran teman tentang ajakan untuk donor darah. Eh...tak dinyana, ada beberapa tanggapan dari yang baca.

Buat yang pengen baca tulisan teman saya, ini link nya ya.


Dan tanggapan-tanggapan itulah yang memacu saya untuk membuat tulisan ini. Jadi anggap aja tulisan ini sebagai jawaban atas opini yang umum beredar di masyarakat bahwa darah yang didonorkan oleh relawan secara sukarela itu ternyata diperjual belikan.

Apa bener darah bisa diperjual belikan? Jawabannya Big No.

Lho...lantas kenapa saat pasien butuh darah  disuruh cari darah (di daerahku, belum pernah denger istilah 'beli darah') ke PMI?

Jadi begini. Untuk memenuhi permintaan darah, pasien biasanya diberi girik (surat pengantar) kebutuhan darah oleh perawat ruang.
Bagi pasien yang membawa donor sendiri, baik keluarga, teman, atau kenalan, girik itu sebagai pengantar bagi pendonor saat akan berdonor. Kemudian pendonor mendatangi UTD (Unit Transfusi Darah) di rumah sakit tersebut sambil menunjukkan girik dan menyampaikan bahwa yang bersangkutan akan berdonor untuk pasien yang namanya tertera di girik.
Bagi rumah sakit yang belum memiliki UTD, melainkan hanya bank darah, nah... girik  dibawa ke bank darah, selanjutnya bank darah memberi pengantar untuk berdonor ke PMI.

Namun bagi pasien yang tidak memiliki pendonor, biasanya pihak UTD atau PMI lah yang share dan sounding kebutuhan darah itu ke grup-grup relawan donor darah. Dan nantinya para relawan inilah yang akan menyumbangkan darahnya secara sukarela untuk pasien yang sama sekali tidak mereka kenal.

Tak jarang untuk memenuhi kebutuhan darah yang urgent, relawan rela meretas batas antar kota dan tak mengenal waktu. Bahkan untuk transportasi dan akomodasi pun tak ragu merogoh kocek sendiri.

Saat relawan sedang dalam kondisi tak layak donor (belum masanya, atau sakit, atau menstruasi bagi relawan perempuan), biasanya tetap akan berusaha membantu dengan cara mobilisasi pendonor lain.

Malam Selasa kemarin ada kebutuhan 10 kantong darah untuk pasien yang akan bedah jantung di Selasa paginya. Seorang relawan yang kebetulan sedang dalam kondisi tak bisa berdonor, memobilisasi dua orang keponakannya yang berada di luar kota. Transport dan kebutuhan buka puasa dua ponakannya itu, ya si relawan tersebut yang menanggung.

Nah...dari relawan yang bahkan tak kenal siapa pasien yang dia tolong aja, tak pernah memikirkan berapa materi yang dia keluarkan untuk bisa berdonor demi pasien tersebut.

Mungkin paragraph sebelum ini bakal memunculkan opini, ya...iyalah, namanya juga relawan, ya harus rela berkorban.
Kalo relawan diminta untuk rela berkorban, seharusnya keluarga pasien juga legowo ketika ada biaya yang dikeluarkan untuk pengolahan darah yang didapatkan dari relawan yang sudah berkorban tadi.

So...kembali ke pokok bahasan mengenai opini jual beli darah.

Beli darah jelas gak ya, karena darah TIDAK BOLEH DIPERJUAL BELIKAN.

Kalo pun pasien yg gak pake BPJS dikenai biaya, itu adalah biaya pengolahan.

Karena darah yg di dapat dari pendonor, bukan otomatis dimasukkan langsung ke tubuh pasien seperti apa adanya.
Tapi diolah lagi sesuai komponen kebutuhan pasien.

Ada pasien yang membutuhkan donor PRC (packed red cells) ada yang butuh tc (trombocyte concentrates), dll. 
Pengolahan untuk menghasilkan komponen yg dibutuhkan itulah yg bayar. Jadi bukan darahnya yg dibayar.

Biaya itu disebut Biaya Pengganti Pengelolaan Darah. Dan ini legal ya. Berdasarkan Undang-Undang no.36 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah RI no.7 tahun 2011, biaya pengganti pengelolaan darah ini sebesar 250.000.

Namun berdasarkan peraturan  baru, yang disahkan tanggal 1 Juli 2020, biaya penggantian darah ini menjadi 360.000.

Sebenernya, biaya itu untuk apa aja sih.
Saya coba jabarkan secara sederhana ya.

Sebelum berdonor, pendonor akan discreening terlebih dahulu, meliputi pemeriksaan golongan darah, Hb, tensi. 

Walau tak mahal, tapi screening tetap butuh biaya.

Setelah lolos screening, saat berdonor, darah itu ditampung di kantong darah kan? Taukah kalian bahwa harga satu kantong darah itu berkisar 50.000.

Setelah darah didapat, itu gak langsung ditransfusikan ke pasien lho. Tapi darah itu masih harus diuji di laboratorium untuk memastikan bahwa darah tersebut bebas dari penyakit menular seperti Hepatitis B/C, HIV/AIDS, Syphilis/Rajasinga. 
Makanya saya hanya bisa tertawa dalam hati ketika ada yang berkomentar kalo darah di PMI itu gak bersih. Atau komentar yang mengatakan bahwa ada pemabuk atau anak-anak punk yang menjual darah.
Heiii...Marimar, tau kah kau bahwa ketika sehari atau dua hari sebelum donor kau minum obat batuk, atau antalgin, atau Paracetamol, atau jamu saja, maka darahmu tak akan lolos uji lab. Konon lagi mereka para penenggak alkohol dan pemuja hidup bebas seperti anak punk. Jadi kalo ada pemabuk atau anak punk yang ikut donor, itu berarti yang bego yang cari pendonor. Ngapain pulak dia cari pendonor dari kalangan seperti itu, karena sudah pasti darahnya gak akan terpakai. Dibuang gaeeesssss.
Beropini boleh, tapi harus cerdas dan logis ya.

Terus...kalo sudah diuji lab dan bebas penyakit menular, berarti darah bisa langsung masuk ke pasien?
Eeiittsss...tidak segampang itu Ferguso. Masih ada lagi proses pemisahan komponen darah sesuai kebutuhan pasien. Setiap pasien, itu kebutuhan darahnya berbeda. Ada yang PRC, TC, Apheresis, WB, dll.
Nah...darah yang didapat dari pendonor tadi masih harus diolah lagi sesuai komponen yang dibutuhkan.

Setelah komponen terbentuk, masih harus melewati satu tahap lagi, yaitu uji silang serasi antara darah pasien dan darah pendonor.

Jadi walaupun goldarnya sama, darah bebas penyakit menular, komponen kebutuhan sudah sesuai, tapi masih ada kemungkinan tubuh pasien menolak darah yang ditransfusikan. Itulah fungsinya uji silang serasi, agar tidak terjadi penolakan dari tubuh pasien yang tentunya membahayakan keselamatan pasien. 

Dan semua rangkaian pemeriksaan itu butuh biaya gaesss.

O...ya, sebagai gambaran aja ya. Pemeriksaan laborat untuk pendonor apheresis (darah Apheresis ini biasanya untuk para penderita kanker) aja biayanya sampe 200.000 lho. Apa iya biaya sebesar ini masih harus dilimpahkan ke pendonor?

Bagi pasien BPJS seluruh biaya ini  dicover BPJS. Tapi bagi pasien mandiri, otomatis semua masuk tanggungan pribadi.

Lantas kenapa di Malaysia bisa gratis, sementara di negeri kita harus bayar?
Ya....jangan tanya saya!!!!!!🤭🤭🤭

Beneran lho, jangan tanya saya. Ulangi baca aja dari atas. Nanti akan terbaca lagi undang-undang yang mengatur itu. Kalo ada undang-undangnya, berarti yang membuat siapa?

Jadi jangan menyalahkan Rumah Sakit atau PMI ya. Mereka hanya menjalankan aturan.


Eh...iya, masih ada lagi nih tanggapan dari pembaca tulisan ajakan donor kemarin.

Jadi ada tanggapan seperti ini, "Makanya aku gak pernah mau donor, kecuali kalo keluarga yang membutuhkan."

Atau "Makanya kalo cari pendonor itu dari keluarga sendiri ajalah."

Yakin dengan pernyataan ini???

Tadi malam, setelah pulang teraweh, ada chat masuk. Dari pasien asal Kabupaten Jepara yang butuh 10 kantong darah AB untuk bedah jantung hari Jumat.
Di keluarga dia cuma ada satu yang goldarnya AB, dan itupun belum tau bisa lolos screening apa gak. Atau kalaupun lolos screening, bisa lolos uji lab gak. Sementara pasien tersebut butuh 10 kantong gaessss. Terus kemana mau dicari tu darah yang termasuk langka itu.
Ya otomatis sharing dan sounding ke relawan lah.

Dan perlu diingat, walaupun pasien membawa pendonor sendiri dari kalangan keluarga, bukan berarti bebas biaya lho. Ya tetap aja dikenai biaya, karena sekali lagi, YANG DIBAYAR ITU BUKAN DARAHNYA, TAPI PROSES PANJANG PENGOLAHANNYA.

Atau kondisi sebaliknya. Pasien punya uang untuk bayar biaya proses, tapi gak ada relawan yang berdonor. Terus apa yang mau diolah???

Sebenernya kalo mau gratis sih bisa. Setelah relawan atau keluarga donor, darah nya langsung dimasukkan ke pasien, simpelkan? 
Upppsss...canda ya. Ini ajaran sesat.

So...jangan terlalu takabur. Manusia itu makhluk sosial, saling membutuhkan satu sama lain. Jangan terlalu sombong bahwa sewaktu-waktu kita butuh darah, kan ada keluarga. Alhamdulillah kalo keluarga bisa memenuhi kebutuhan kita. Sehingga kita gak perlu mengemis sambil menjilat ludah yang sudah terlanjur dibuang.


Salatiga, Hari Kartini 2021.

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Sangat bagus, mantap....yang tidak mau donor darah itu karena blm pernah n merasa ketakutan duluan.

    BalasHapus