Momen Receh Dua


[Njenengan masih di sana?] Satu pesan masuk melalui aplikasi hijau menghiasi gawai.

[Iya, masih antri nih.] Tak pakai lama, kukirimkan balasan untukmu.

Aku sedang berada di satu fasilitas publik yang melayani kebutuhan vital buat masyarakat. Tempat yang biasanya lengang itu, beberapa minggu belakangan ini seolah berubah bagai pasar senggol.

Semua orang yang datang memiliki  tujuan yang sama, berikhtiar. Pun begitu denganku.

Hadir di tempat itu sejak jam delapan pagi. Mengantri di loket pendaftaran hingga jam setengah sebelas. Dan masih harus mengantri lagi di dua stop point.

[Jam istirahat, saya ke sana.] Kembali pesan darimu menghiasi gawai.

[Jangan.] Jawaban singkat kukirim untuk mencegahmu.

[Kenapa?]

[Nanti ada yang ngenali Njenengan.] Alasanku ini cukup masuk akal, mengingat profesimu yang berinteraksi aktif dengan orang banyak.

[Memangnya kenapa kalo ada yang ngenali saya?] Sepertinya Lelaki kharismatik tersebut belum bisa menerima alasanku.

[Jangan cari sensasi, ya. Emoji marah.]

[Emoji tertawa terbahak lima buah.] Balasan tanpa kata kau kirim untukku.

[Kalo hampir selesai, kabari saya. Nanti saya jemput. Saya janji  gak turun mobil. Temeni saya makan siang, ya.] Chat susulan darimu kembali menghiasi gawai.

Sepertinya kau mulai menerima alasanku. 

[Kalo sampe jam empat saya belum selesai, berarti Njenengan gak makan siang? Emoji tertawa jahil.] Tetiba jiwa isengku butuh pelampiasan.

[Makan siang jam dua belas malam pun saya sanggup, asal ditemeni Njenengan. Emoji hati berwarna merah.] Jawabanmu membuatku tak mampu menahan tawa. Tawa yang tertahan karena posisiku sedang di ranah publik.

[Gombal mukiyo stadium empat.] Momen receh kali ini kuakhiri dengan skak mat untukmu.


Semarang, 16072021

Posting Komentar

1 Komentar