Muhasabah


Dalam hitungan jam, bilangan tahun tak lagi sama.

Pergantian tahun bukan ajang selebrasi. Maaf saya muslim. Saya tidak merayakan tahun baru. Tahun baru saya satu Muharram.

Ketika ada yang nyeletuk, "Tahun baru 1 Januari itu sifatnya universal. Gak ada hubungannya dengan perayaan agama." 

Fix yang bicara seperti itu berarti dia gak paham sejarah. Memang sejarahnya gimana? Kalo punya quota, monggo tanya langsung ke Mbah Gugel. 

Masih ingat gak pelajaran sejarah waktu saat sekolah dulu? Ketika merujuk tahun sebelum Masehi,  di belakang angka ditulis SM. Misal tahun 570SM. Sementara untuk merujuk tahun Masehi, di belakang angka ditulis M. Misal tahun 710M.

SM dalam Bahasa Inggris BC (Before Christ), yang artinya sebelum Kristus lahir. Sementara tahun Masehi disebut AD (Anno Domini) yang berarti Tahun Tuhan yang merujuk setelah Yesus lahir.

Lho...itukan bahasa Inggris, kalo bahasa kitakan gak pake itu. Memang...karena bahasa kita hanya tinggal menterjemahkan (dan menutupi sejarah), soalnya yang pertama sekali menetapkan 1 Januari itukan orang Eropa -Kaisar Romawi, Julius Caesar- otomatis yang digunakan ya Bahasa Inggris.

Nah...dari segi bahasa saja (bagi yang berpikir kritis) sudah terjabarkan dengan jelas sejarah tahun baru Masehi.

Terus ada pula yang berargumen, "Tapi kami merayakan tahun baru 1 Januari dengan yasinan, mujahadah, dan seremonial bernuansa agama."

Bagaimana bisa, kelahiran seseorang yang dianggap Tuhan oleh kepercayaan lain, kita rayakan dengan seremonial agama kita. Rancu banget ini.

Dan, satu alasan lain dalam konteks pergantian tahun edisi saat ini. Kemana nurani kita? Saat banyak saudara-saudara kita kesulitan memenuhi pangan karena harga bahan-bahan pokok seperti minyak, telur, beras, mengalami kenaikan yang cukup menggila, kita justru pesta pora merayakan sesuatu yang...ah...ntahlah.

Kalo ada yang nyahut, "Kamikan berpesta menggunakan uang kami sendiri." Fix nurani anda sudah mati.

Dan yang paling perlu kita waspadai, disaat bencana silih berganti mengguncang negeri, kita justru mengumbar kegembiraan yang tidak pada tempatnya. Seolah lupa semua bencana itu pengingat dari Allah untuk hambaNya agar lebih waspada, mawas diri, dan meningkatkan ibadah.

So...semua kembali lagi kepada pribadi masing-masing. Mau tepuk dada tanya selera? Atau tepuk dada tanya iman?

Bagi yang tepuk dada tanya selera otomatis akan berargumen, "Ah...cuma makan-makan sambil bakar-bakar aja kok. Gak papa lah, gak menyalahi aturan agama."

Memang sih cuma makan-makan dan bakar-bakar, tapi timingnya dipilih pada malam 1 Januari kan? Tujuannya apa? Ya...merayakan tahun baru lah. Nah...akhirnya kembali lagi ke paragraph awal, kan?

Kalo tepuk dada tanya iman? Walau cuma sekedar ngumpul-ngumpul, makan-makan, bakar-bakar, itu sama aja ikut merayakan. Kalo niatnya memang tidak merayakan, pilihlah waktu yang lain.

Ingat...mereka selalu berusaha mengikis aqidah kita dengan cara halus. Mereka tidak akan mengajak kita secara frontal untuk menjadi non muslim, tapi justru secara perlahan mereka mengajak kita merayakan tahun baru, valentine, halloween. 

So...tetap jaga aqidah anak cucu kita.

Macanan, 29 Desember 2021

Posting Komentar

0 Komentar