Terima Kasih...



Satu menit baru saja berlalu dari jam 00, bermakna hari dan tanggal telah berganti. Sebuah pesan melalui aplikasi hijau menghiasi ponselku. 

"Sehat-sehat selalu, ya. Mau kado, apa?" Pesan tanpa basa-basi,  menunjukkan kalo sang pengirim memiliki chemistry yang begitu kuat denganku.

"Matur nuwun. Gak usah repot kasih kado," balasku tak kalah lugas. 

Selanjutnya sebuah pesan audio lagu romantis - Dealova dari Once Mekel- kembali kau kirim. 

Aku ingin menjadi sesuatu 
Yang s'lalu bisa kau sentuh.
Aku ingin kau tahu
Bahwa ku selalu memujamu
Tanpamu, sepinya waktu merantai hati

Lirik-lirik puitisnya yang seolah mewakili isi hatimu, menghipnotis ku hingga titik kulminasi. Menyeretku kembali ke dalam pusaran lorong waktu. Pada satu episode di mana kisah kita bermula.

"Kok belum tidur? Tidur gih, istirahat yang nyaman ya. Dua pekan terakhir aktivitas Njenengan terlalu padat. Jaga kesehatan. Mimpi indah. Always adore, You." Rangkaian kalimat tanpa jeda kau kirim, bahkan saat aku masih menikmati pesan audio darimu, hingga belum sempat membalasnya.

"Masih ada gawean. Njenengan sendiri kok belum tidur?" Aku mengembalikan tanya yang kau ulurkan untukku.

"Saya menunggu pergantian hari dan tanggal." Kau memang selalu seperti itu. Walau dirimu bukan pujangga, namun kemampuan olah verbalmu sama mumpuninya dengan kemahiranmu mendiagnosis pejuang sehat. 

"Matur nuwun untuk semuanya. Matur nuwun sudah memposisikan saya begitu terhormat. Matur nuwun sudah mengajari saya untuk menggali potensi diri." Ucapan terima kasih yang tulus kuurai untukmu. Atas segala kesempatan dan fasilitas yang kau sediakan untukku. Hingga tanpa kusadari, ujung mataku memanas. 

Kristal bening melapisi netra, mengingat segala upaya yang kau lakukan untuk membuatku bangkit dari keterpurukan. Masih tergambar jelas di pelupuk mata, kau mencoba mengumpulkan  serpihan hatiku yang berkeping karena luka yang teramat perih. Setelahnya kau tata kembali serpihan-serpihan itu menjadi satu karya seni yang justru  lebih indah dari wujud aslinya. Kau beri polesan kasih sayang yang tulus dalam sentuhan akhirnya, hingga karya seni tersebut memancarkan kilaunya nan memukau. 

Tak menunggu lama, kau kembali merespon chatku dengan sticker hati berpendar, diikuti selarik pesan tulisan yang menyebut sebuah nama resto recomended.

"Pesta Keboen, ya. Waktunya menyusul." Dan aku sengaja menggantung pesanmu tanpa balasan.

Saat malam semakin menua, sepasang cucu Adam yang terpisah jarak dan waktu seolah berpacu menata hati untuk mengolah rasa. Menjaganya tetap berada dalam fitrah dan merawatnya dengan telaten hingga tak tumbuh liar tanpa kendali.

Bumi Allah, 07112022

Posting Komentar

0 Komentar