Aku begitu gembira, hatiku berselubung pelangi . Beberapa saat yang lalu baru saja kutemukan
kembali sosok yang dulu pernah mengisi hari-hariku dengan rasa cinta dan rindu.
Dia - seseorang yang istimewa - tapi akhirnya kami berpisah tanpa sebab dan alasan yang jelas.
Dan kini setelah 22 tahun terpisah, kami dipertemukan
kembali oleh media yang bernama facebook. Pertemuan tak terduga yang membuatku
hampir terkena serangan jantung, bukan karena kaget tapi karena terkesima oleh
pesonanya.
Untuk beberapa waktu, akal sehatku error.
Sekrup-sekrup otakku longgar dan hampir lepas. Kegantengan suamiku yang sudah
mulai memudar terlihat semakin kusam dalam bayang-bayang wajah “dia”. Kelucuan
dan keluguan tingkah polah anak-anakku tak lagi membuat diri terhibur. Seolah
bagai rendang tanpa kelapa, bagai balado tanpa cabe...aneh dan tak menggugah
selera.
Aku menjadi semakin khusyuk. Bukan....bukan dalam hal
beribadah, melainkan dalam hal berselancar di dunia maya.
Tawa dan candaku kemudian hanya terfokus di depan
layar komputer. Bahagia dan gembiraku hanya terurai dalam untaian kata-kata
gombal yang berkamuflase menjadi rangkaian kalimat romantis.
Pertemuan melalui dunia maya itupun kemudian berlanjut
ke pertemuan di dunia nyata setelah kami saling bertukar nomor hp.
"Aku pengen ketemu." Begitu sms yang dia
kirim padaku.
Aku bingung ingin membalas apa. Di satu sisi aku juga
ingin bertemu dengannya. Ada sensasi tersendiri yang tidak bisa diucapkan
dengan kata-kata ketika aku membaca pesan singkatnya yang benar-benar singkat
tersebut. Tapi di sisi lain diri ini tak ingin membuka peluang bagi cinta lama. Walaupun
sejatinya perasaanku sedang berada dalam gelora asmara yang membahana. Dan setan pun seolah mendapat peran. Dia dan sepupunya –iblis- tidak ingin
kesempatan emas ini terlewat dengan sia-sia. Mereka hembuskan aroma surgawi ke
jari-jemariku, hingga akhirnya terketiklah sepenggal kalimat,
“Untuk apa?” balasku.
"Hanya
sekedar bertemu untuk menyambung tali silaturahmi?"
"Dengan keluarga masing-masing?" tanyaku
lagi.
"Tidak, hanya kau dan aku," balasnya.
Setelah berpikir sesaat dan terdorong oleh rasa
penasaran yang teracik dengan aroma
surgawi , akhirnya kuputuskan untuk
memenuhi ajakannya bertemu di satu cafe di sudut kota. Berdua saja, ditemani
setan dan iblis.
*********
Hari ini kami membuat janji untuk bertemu. Aku datang
ke cafe yang menjadi tempat pertemuan kami sepuluh menit lebih awal dari
dirinya. Pada saat dia datang, tidak bisa kupungkiri kalau dirinya masih tetap
memikat seperti dulu, bahkan sekarang dia kelihatan jauh lebih dewasa dan
berwibawa. Aku deg-deg an, layaknya seorang ABG yang bertemu arjuna pujaan
hati. Dia menyapaku dengan santai dan hangat,
" Udah lama nunggu? Sorry ya aku kena macet, jadi
agak telat."
"Belum," jawabku sambil mencoba
bersikap setenang mungkin walau sebenarnya hati ini bergemuruh tak menentu
," Sekitar 10 menitan lah," sambungku lagi.
Pertemuan yang menyenangkan. Walau samar, namun
dawai-dawai asmara mengalun dengan pasti. Dia tidak berubah. Masih seperti
dulu, memikat, membuatku deg-degan, dan penuh pesona. Kalau dulu kegantengannya
hanya bersifat positive degree, sekarang meningkat menjadi comparatie degree. Dulu dia kurus, jadi ya cuma handsome saja. Kalau sekarang tubuhnya
atletis, menjadikan nya more handsome.
Ah.....aku layaknya gadis remaja berusia
15 tahun yang sedang mengisap sabu, melayang jauh ke awang-awang.
Selesai pertemuan di kafe, dia mengajakku shopping,
"Pengen
ngasih kamu tanda mata." Begitu katanya ketika aku berusaha untuk menolak
ajakannya.
Dan sekali lagi, akupun luluh. Dengan patuh kuikuti langkah kakinya
menuju mobil. Segera kami meluncur ke pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.
Selama perjalanan obrolan kami tak
pernah terputus. Ada saja yang kami bicarakan. Bersenda gurau. Saling menggoda.
Terkadang membicarakan hal-hal romantis mengenang masa lalu ketika kami masih
menjadi sepasang kekasih. Karena kondisi ini lah, mungkin dia kurang
konsentrasi menyetir, sehingga ketika ada sebuah truk dari arah depan meluncur
ke arah kami, dia kurang mawas diri. Kecelakaan yang hebatpun tak
terhindarkan.
Aku tidak sadarkan diri, dan tidak ingat apa-apa sama
sekali. Sampai sayup-sayup terdengar suara-suara memanggilku,
"Bu...ibu...bangun. Sholat subuh dulu, sudah jam
lima lebih seperempat.” Terdengar suara anakku membangunkan.
Aku tersentak. Alhamdulillah, ternyata ini hanya mimpi buruk. Bergegas aku bangun, berwudhu, menunaikan sholat subuh. Selintas kemudian kusiapkan sarapan untuk suami dan anak-anak tercinta.
Setelah suami dan anak-anak berangkat ke kantor dan
sekolah, segera kunyalakan komputer.
Dunia maya...here I’m coming, tapi tidak untuk terjebak dalam buaianmu. Ku buka
akun facebook, kucari satu nama, kemudian menghapusnya dari friendlist dan
memblokirnya sekalian. Aku tidak ingin mimpi buruk nan menyenangkan itu menghampiriku
dalam kehidupan nyata.
Cerpen ini ditulis tahun 2010. Saat itu belum ada Whatsapp, orang-orang masih mengandalkan SMS. Laptop masih mahal, dan komputer lah sang primadona. Dan yang penting, jangan cerita ke siapapun ya tentang kisah ini, cukup aku (sebagai penulis) dan kamu (sebagai pembaca) yang tau tentang mimpi ini.
0 Komentar