“Pernikahan usia anak terjadi karena banyak faktor, di
antaranya masalah ekonomi, pengaruh
kemajuan tekhnologi, pergaulan yang salah, seks bebas yang akhirnya berujung
dengan pernikahan dini.” Demikian cuplikan yang disampaikan Wakil Walikota
Semarang Ibu Hevearita Gunaryanti Rahayu ketika membuka acara Dialog Publik,
Pencegahan perkawinan Usia Anak, di MG Setos Hotel Semarang, Kamis 5 Desember 2019.
![]() |
Wakil Walikota Semarang, Ibu Hevearita Gunaryanti Rahayu |
Menurut data UNICEF (2018), Indonesia merupakan salah satu
negara dengan usia pernikahan anak yang cukup tinggi, menduduki peringkat 7
dunia, sedangkan untuk wilayah ASEAN berada di peringkat ke-2, dengan angka
pernikahan usia anak 27,6 persen atau sekitar 23 juta anak yang menikah di
tahun 2018 (KPPPA< 2018).
Sementara di Kota Semarang sendiri, jumlah pernikahan usia
anak semakin meningkat. Dari data Pengadilan Agama, permohonan dispensasi
menikah dari tahun ke tahun menunjukkan grafik yang menaik. Pada tahun 2017
terdapat sekitar 79 permohonan dispensasi menikah. Dan jumlah itu mengalami
peningkatan sekitar 22% di tahun 2018 atau sekitar 91 kasus. Padahal sesuai
dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, dengan pasal 7 ayat (1) dinyatakan bahwa perkawinan hanya
diizinkan apabila pihak pria dan wanita mencapai usia 19 tahun.
Acara yang disponsori oleh Jateng Pos ini dipandu oleh seorang praktisi media, Septy Wulandari, dan menghadirkan narasumber Kepala DP3AP2KB
Propinsi Jawa Tengah,Ibu Retno Sudewi, Youtuber dan dokter spesialis anak Setya
Dipayana, serta pegiat Gender P3G LPPM Universitas Sebelas Maret Surakarta, Ibu
Ismi Dwi Astuti. Juga turut hadir Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bapak Fatahillah.
Definisi Pernikahan Usia Anak
Pernikahan usia anak adalah pernikahan yang terjadi sebelum
anak berusia 18 tahun serta belum memiliki kematangan fisik, fisiologis, dan
psikologis untukmempertanggungjawabkan pernikahan dan anak hasilpernikahan
tersebut, serta sah menurut agama dan negara.
Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti, M.Si, sebagai salah satu
narasumber menyampaikan bahwa anak tidak pernah salah. Anak mendengar, melihat,
dan mengaktualisasikan apa-apa yang dia peroleh dari orang tuanya.
Jadi ternyata, tingginya tingkat perkawinan usia anak di
Indonesia tidak mutlak atas dasar keinginan atau kesalahan anak. Namun banyak
faktor yang mempengaruhinya, termasuk peran serta orang tua di dalamnya.
![]() |
Kepala DP3AP2KB Propinsi Jateng, Ibu Retno Sudewi |
Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Anak
1. Tradisi dan Budaya
Pernikahan usia anak lebih sering
dialami perempuan. Hal ini mengingat sebagian daerah di Indonesia -terutama di
pedesaan- masih banyak hukum adat yang melegalkan terjadinya pernikahan di
bawah usia. Setelah menginjak baligh
atau memasuki usia remaja, anak perempuan segera dijodohkan hanya demi
menghindari stigma tidak laku atau status perawan tua.
2. Ekonomi
Keadaan keluarga yang hidup di garis
kemiskinan, sering kali memicu orang tua untuk menikahkan anak perempuannya dengan orang yang
dianggap mampu. Perkawinan dinilai
sebagai strategi mengurangi biaya membesarkan anak, bahkan terkadang dianggap
sebagai solusi untuk perbaikan kondisi
ekonomi.
3. Ketidaksetaraan Gender.
Budaya patriakal yang masih begitu
kental dalam masyarakat kita dan anggapan bahwa perempuan hanya berperan dalam urusan
domestik, sehingga tidak perlu berpendidikan tinggi, merupakan salah satu
faktor yang memicu terjadinya pernikahan usia anak.
4. Melindungi Kehormatan Keluarga
Anak perempuan dianggap sebagai asset
berharga yang perlu perlindungan ekstra. Ada tekanan besar pada orang tua
untukmenjaga anak perempuannya agar tidak terjerumus dalam hal-hal yang
melanggar kepatutan dan etika sosial dalam masyarakat. Menikahkan anak
perempuan lebih awal dianggap sebagai satu cara untukmenjaga kehormatan
keluarga dan meminimalkan resiko aktivitas dan perilaku seksual yang tidak
pantas.
5. Kehamilan yang Tidak Diinginkan.
Hamil di luar nikah merupakan faktor
penyebab terbesar terjadinya pernikahan usia anak. Perkembangan tekhnologi yang
begitu pesat sehingga memudahkan para remaja mengakses beragam situs
porno, menggiring anak keluar dari jalur
pergaulan dan akhirnya bereksperimen dengan seks bebas sehingga berujung
kehamilan, merupakan rangkaian awal terjadinya pernikahan usia anak.
Pernikahan usia anak sering dianggap sebagai masalah biasa
yang lazim terjadi dalam lingkup kehidupan kita. Padahal sejatinya, keadaan ini
memiliki dampak dan resiko yang cukup besar.
Menurut Profesor Ismi, pernikahan usia anak otomatis membuat
pelakunya kehilangan kesempatan dalam pendidikan dan pembangunan sosial.
Anak-anak dari ibu muda yang tidak berpendidikan juga kecil kemungkinannya
untuk mencapai tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini mengabadikan siklus
rendahnya tingkat melek huruf dan terbatasnya peluang mata pencaharian.
![]() |
Pegiat Gender P3G LPPM Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti, M.Si. |
Selain itu, karena hilangnya kesempatan dalam pendidikan,
biasanya akan berdampak dengan kondisi perekonomian keluarga, yang akhirnya
bisa memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan bermuara pada tingginya
tingkat perceraian.
Sementara dari segi kesehatan, dr. Setya Dipayana, Sp. A
menjabarkan banyak hal yang akan terjadi ketika seorang anak menikah di saat
usianya masih terlalu dini. Di antaranya faktor anatomi –rahim, pembuluh darah,
dan organ lainnya- yang belum siap. Hal ini dapat memicu komplikasi kehamilan
seperti :
![]() |
Dokter Setya Dipayana dengan cara berceramahnya yang sangat interaktif |
-
Obstructed
labour (bayi tidak dapat keluar dari pintu panggul saat kelahiran, diakibatkan
karena hambatan fisik/anatomi, rahim berkontraksi normal), akibatnya kelahiran
yang lama, bayi tidak mendapat oksigen, fraktur bahkan kematian pada bayi, dan perdarahan
pada ibu.
-
Obstetric
Fistula (terbentuknya celah/lubang antara saluran pembuangan dan jalan lahir)
yang mengakibatkan gas dan tinja keluar melalui vagina.
Selain itu,
para ibu muda pelaku pernikahan usia anak juga rawan terkena penyakit kehamilan
lainnya seperti eklamsia, pre-eklamsia, masalah gangguan psikis, hingga
gangguan tumbuh kembang pada bayi yang dilahirkan.
Dimensi
anak bukanlah dimensi tunggal. Diperlukan inovasi dan formula yang efektif
untuk mencegah terjadinya pernikahan usia anak. Selain itu peran keluarga,
masyarakat, dan pemerintah justru sangat diperlukan.
Keterlibatan
kita dalam mensounding pencegahan
pernikahan usia dini diharapkan dapat menularkan efek baik, minimal untuk
lingkungan terdekat kita.
0 Komentar