Momen Receh


[Besok saya antar ke bandara.] responmu seketika atas pesanku.

Pesan yang mengabarkan bahwa aku akan mengunjungi kota kelahiran untuk beberapa senja.

Kau...tak pernah berubah. Dari awal kita saling kenal bertahun yang lalu, sikap peduli dan perhatianmu tak lekang dimakan waktu.

[Jangan.] Balasku spontan.

[Kenapa? ]

[Tak elok. Emoji tersenyum malu.] 

[Jangan terlalu lama di sana.] Ntah lah, sebenarnya ini permohonan atau larangan.

[Memangnya kenapa?] Kubalas pesanmu tak pakai lama.

[Nanti saya bisa nekad. Kisah  di BAB 7 bisa terulang lagi.] Aku spontan tertawa membaca balasan chatmu.

Kau selalu iseng menggodaku tentang adegan yang pernah kita lakoni dan sempat kutuangkan dalam novel. Dan setiap kau mengingatkanku pada hal tersebut, aku tak mampu menahan diri untuk tidak mengurai tawa.

[Cepat pulang ya.] Kau ulangi lagi permohonanmu dengan kalimat yang berbeda.

[Insya Allah. Saya juga gak mungkin berlama-lama di sana. Soalnya ada banyak gawean dan tanggung jawab di sini.]

[Jaga diri baik-baik. Always adore you for the rest of my life. Emoji hati berwarna merah.]

Ah...kau. Seolah tak pernah kehabisan ide untuk membuat hati dan perasaanku meleleh.

Sementara aku hanya mampu mengumpulkan momen-momen receh yang berserak itu dalam rangkaian kata dan kalimat.

Suatu saat, akan kupersembahkan untukmu 'our real receh moment' dalam "Diary Kita".


Salatiga, 23052021

Posting Komentar

0 Komentar