Tentang Kau, Aku, dan Kita



"Njenengan masih di sana?" Selarik tanya kau ajukan melalui aplikasi hijau.

"Ya."

"Sebenernya, lebih baik kalo Njenengan  ke area lain saja ya, biar gak terpapar radiasi." Kalimat halus yang sejatinya bermakna perintah tersebut, kembali menghiasi layar ponsel.

Pesan balasan itu kau kirim setelah aku menginformasikan tentang keberadaan diri yang harus menunggu di satu instalasi yang berkaitan erat dengan gelombang elektromagnetik, maupun gelombang mekanik.

###RP###

Aku menyebutmu the funder, sang penyandang dana. Kau sejatinya sangat tak suka dengan sebutan tersebut. Tapi  dirimu tak mampu mencegahku untuk selalu menggunakannya.

Ntah karena kau tak ingin berdebat, atau karena rasa sayangmu padaku, hingga membuatmu selalu mengikuti apapun mauku. Demikian pengakuan yang pernah kau urai  sekian waktu yang lalu. Pengakuan tentang satu kata yang menurut KBBI bermakna, perasaan yang cenderung bersifat memberi tanpa berharap mendapatkan balasan -sayang-.

###RP###

Kebersamaan ini berawal dari interaksi yang terjalin antara seorang praktisi dan pendamping klien bertahun-tahun yang lalu. Kemudian berlanjut saat hati mulai ikut memainkan peran.

Kesadaran akan jati diri, membuat kita mencoba menetralisir rasa yang kian meraja. Hingga akhirnya terikrarlah satu kesepakatan, bahwa kita akan menjalani kebersamaan ini untuk menebar manfaat dan kebaikan. 

Darimu aku belajar banyak hal. Terutama dalam bab berbagi dan menerapkan ilmu ikhlas. Dalam segala kelebihanmu, kau tak pernah jumawa. Bahkan, walau menyandang predikat  senior, dirimu justru sangat membumi. Kau begitu memanusiakan semua pihak yang berinteraksi denganmu. Dari mulai rekan sejawat hingga ke personil pendukung.

Tahukah kau, diriku sering merasa minder saat tatapan memuja kerap kau tujukan untukku. Apalah diri ini, yang hanya seorang wanita biasa, tanpa karier, tanpa profesi. 

Namun, kau justru memperlakukanku bagai ratu. Kau bantu aku menggali potensi untuk memberdayakan diri.

Tak diragukan lagi, kau dan aku pun menjadi satu tim solid. Dirimu menyandang status sebagai the funder, sementara aku melakoni peran sebagai eksekutor merangkap mediator. Namun, kau lebih suka mengumpakan keberadaan kita sebagai 'Kota dan Oshin'.

###RP##$

"Saya punya waktu satu jam, bisa temani saya makan siang?" Sejenak aktivitasku menuangkan tulisan terjeda saat seuntai pesan darimu menerobos ponsel.

Ya ... sembari menunaikan tugas membersamai seorang pejuang sehat, aku biasa membunuh waktu dengan menulis.

"Mana mungkin saya bisa menolak." Aku membalas ajakanmu dengan sedikit berdiplomasi.

Tak perlu menunggu lama, pesan balasan berisi emoji tertawa terbahak kau kirim untukku.

Selanjutnya, ponselku kembali berdering. Kali ini berwujud panggilan masuk. Kau mengurai kalimat di titik mana kita akan menyatukan langkah.

Walau berada dalam satu lokasi, tapi karena institusi ini berada di atas lahan yang sangat luas,  posisi kita terbentang dalam jarak yang lumayan jauh.

###RP###

Setelah kau mengakhiri panggilan, aku bergegas mengayun langkah, menyusuri lorong-lorong hotel putih, menuju satu titik yang kita sepakati.

Menikmati makan siang denganmu selalu menjadi momen berkualitas. Walau tak sampai enam puluh menit, tak bisa dipungkiri kalau pertemuan singkat itu seolah bagai re-charge energi bagi kau dan aku. Nuansanya seolah senantiasa mengiringi tiap langkah yang terayun saat kita kembali ke titik awal. Kau kembali melakoni kewajibanmu, sementara aku kembali ke ruangan bermuatan aneka gelombang.


Semarang, 02062020

Posting Komentar

0 Komentar